Jumat, 27 Agustus 2010

Manusia Terpintar Di Dunia

Siapakah manusia terjenius yang pernah dimiliki dunia? Da Vinci? John 
Stuart Mills? Atau Albert Einstein seperti yang selama ini diperkirakan 
orang? 
Ketiganya memang dianggap jenus-jenius besar yang telah memberikan 
banyak pengaruh terhadap bidangnya masing-masing. Tapi gelar manusia 
terjenius yang pernah dimiliki dunia rasanya tetap layak diberikan kepada 
William James Sidis. Siapakah ia? Mengapa namanya tenggelam dan kurang 
dikenal walau angka IQnya mencapai kisaran 250–-300?..Subhanallah

Keajaiban Sidis diawali ketika dia bisa makan sendiri dengan menggunakan 
sendok pada usia 8 bulan. Pada usia belum genap 2 tahun, Sidis sudah 
menjadikan New York Times sebagai teman sarapan paginya. Semenjak saat itu 
namanya menjadi langganan headline surat kabar : menulis beberapa buku 
sebelum berusia 8 tahun, diantaranya tentang anatomy dan astronomy. Pada 
usia 11 tahun Sidis diterima di Universitas Harvard sebagai murid termuda. 
Harvardpun kemudian terpesona dengan kejeniusannya ketika Sidis memberikan 
ceramah tentang Jasad Empat Dimensi di depan para professor matematika. 
Lebih dasyat lagi : Sidis mengerti 200 jenis bahasa di dunia dan bisa 
menerjamahkannya dengan amat cepat dan mudah. Ia bisa mempelajari sebuah 
bahasa secara keseluruhan dalam sehari !!!!

Keberhasilan William Sidis adalah keberhasilan sang Ayah, Boris Sidis yang 
seorang Psikolog handal berdarah Yahudi. Boris sendiri juga seorang 
lulusan Harvard, murid psikolog ternama William James (Demikian ia 
kemudian memberi nama pada anaknya) Boris memang menjadikan anaknya 
sebagai contoh untuk sebuah model pendidikan baru sekaligus menyerang 
sistem pendidikan konvensional yang dituduhnya telah menjadi biang keladi 
kejahatan, kriminalitas dan penyakit. Siapa yang sangka William Sidis 
kemudian meninggal pada usia yang tergolong muda, 46 tahun - sebuah saat 
dimana semestinya seorang ilmuwan berada dalam masa produktifnya. Sidis 
meninggal dalam keadaan menganggur, terasing dan amat miskin. Ironis.

Orang kemudian menilai bahwa kehidupan Sidis tidaklah bahagia. Popularitas 
dan kehebatannya pada bidang matematika membuatnya tersiksa. Beberapa 
tahun sebelum ia meninggal, Sidis memang sempat mengatakan kepada pers 
bahwa ia membenci matematika - sesuatu yang selama ini telah melambungkan 
namanya. Dalam kehidupan sosial, Sidis hanya sedikit memiliki teman. 
Bahkan ia juga sering diasingkan oleh rekan sekampus. Tidak juga pernah 
memiliki seorang pacar ataupun istri. Gelar sarjananya tidak pernah 
selesai, ditinggal begitu saja. Ia kemudian memutuskan hubungan dengan 
keluarganya, mengembara dalam kerahasiaan, bekerja dengan gaji seadanya, 
mengasingkan diri. Ia berlari jauh dari kejayaan masa kecilnya yang 
sebenarnya adalah proyeksi sang ayah. Ia menyadarinya bahwa hidupnya 
adalah hasil pemolaan orang lain. Namun, kesadaran memang sering datang 
terlambat.

Mengharukan memang usaha Sidis. Ada keinginan kuat untuk lari dari 
pengaruh sang Ayah, untuk menjadi diri sendiri. Walau untuk itu Sidis 
tidak kuasa. Pers dan publik terlanjur menjadikan Sidis sebagai sebuah 
berita. Kemanapun Sidis bersembunyi, pers pasti bisa mencium. Sidis tidak 
bisa melepaskan pengaruh sang ayah begitu saja. Sudah terlanjur tertanam 
sebagai sebuah bom waktu, yang kemudian meledakkan dirinya sendiri.
—————————————

Tidak ada komentar:

Posting Komentar